Senin, 06 Juni 2016

+ pertama



                                                                M + PERTAMA
Kala ditanya seorang teman ketika kita asik mengobrol dan bercerita masa SMP, Suasana sekolah, pacar pertama, PR banyak yang pertama kali diterima, guru killer, kelas unggulan dll. Menjadi sebuah cerita lucu dan sangat memalukan ketika sedikit ku ceritakan pengalaman pertama ku mengalami Haid.
Setelah kelas 5 SD aku sudah tak mengaji di Hj Latifah, karena usia beliau dan intensitas waktuku yang sudah jarang mengaji menjadi kendala. Hingga akhirnya dibukalah sebuah pondok tempat mengaji dengan metode qiroati yang didirikan oleh seorang kyai yang cukup bersahaja. Biaya pendaftaran gratis membuat Ibu mengizinkan aku mengaji disana. Memang benar kala itu ekonomi di rumah sangatlah minim, dengan pekerjaan ayah sebagi sopir angkutan dengan penghasilan tak menentu membiayai 5 orang anak yang 2 diantaranya masih sekolah dan seorang lagi masih bayi, membuat pengeluaran begitu di minimalkan. Seoarng temanku bernama Firo yang mengajakku untuk mengaji disana, aku kun bersedia. Selang tak berapa lama Firo harus pindah ke jakarta mengikuti orang tuanya, sehingga aku pun berpisah  dengannya.
Duduk di kelas I SMP aku masih menyempatkan untuk selalu mengaji qiroati, mengenal tajwid dan bacaan lainnya. Hingga suatu ketika aku akan dites kemampuanku dalam mengaji dan mengenal bacaan-bacaan yang diajarkan sebagi persyaratan untuk lulus dan melanjutkan ke tahap belajar Alquran. Bersama dengan 8 orang temanku, 2 ustadzah dan 1 ustadz kami pergi ke salah satu pondok di daerah pandaan untuk melakukan tes disana sebagai penentuan apakah lulus atau tidak.
Berada di ruang tes materi solat aku tampak gelisah, perut tiba-tiba sikit dan sesuatu keluar denagan cukup deras di daerah V. Aku tak berani bergerak takut mengganggu temanku  atau bahkan orang lain. Semakin lama aku merasa tak nyaman, di lantai 2 tempat ku berada rasanya males juga untuk pergi ke kamar mandi yang letaknya dilantai dasar dengan berjalan di sela-sela peserta yang menunggu. Hingga akhirnya ku beranikan diri untuk mengajak temanku Eni (anak kelas 3 SD dengan porsi badan yang sanagat mungil) untuk mengantarku ke kamar mandi, Eni pun menyetujuinya. Kami bergegas menuju lantai dasar dan segera mencari toilet. Di dalam toilet aku  cemas, panik dan sedih kenapa ada darah di celana dalamku, apa yang telah ku lakukan? Sejak tadi aku hanya duduk mematung meunggu giliran untuk praktek solat apa yangsalah sehingga aku berdarah. Eni yang menunggu lama akhirnya aku izinkan untuk kembali terlebih dahulu dan aku berusaha untuk membersihkan darah yang tembus hingga jubah coklatku dan segera kembali ke lantai 2.
Lagi-lagi aku kembali gusar dengan darah yang semakin tembus ke jubah coklatku lagi. Rasa tidak nyaman itu membuatku harus bolak-balik turun untuk ke kamar mandi, dan itu yang membuat ustadz pembimbingku merasa terheran dan segera mencari tahu. Bertanya kepada Eni dan kemudian menyusulku ke kamar mandi. Beliau mengetuk pintu dengan memanggil namaku “Fitri kamu tidak apa-apa?” tanyanya memastikan. Aku menangis di dalam kamar mandi tak berani keluar, hingga ustadzku memaksa untuk segera membka pintu. Ku buka pintu perlahan dengan muka yang penuh air mata, ku ceritakan apa yang terjadi. Ustadzku pergi dan berpesan agar aku tetap disitu dan gak boleh keman-mana, ustadzku memanggil ustadzah yang membawakan baju ganti dan 1 benda yang asing bagiku (baca: pembalut). Dengan dibimbing ustadzah aku egera memakai pembalut itu dan mengganti jubahcoklatku dengan baju biru milik santri pondak disana.
Aku segera kemabli ke lantai II untuk praktek solat dan alhamdulillah berjalan lancar. Break makan siang aku diajak makan bakso oleh ustadzahku. Sembari melihat sekeliling ku dapati ustadzku sedang menjemur beberapa item pakaian yang tak asing bagiku. Dan ternyata itu celana dan jubah coklayt yang ku pakai dan penuh darah tadi. Aku sangat malu dan merasa tak enak dengan ustadzku yang rela mencuci dan menjemur pakaianku. Pernah ku dengar dalam sebuah perkataan seseorang (aku lupa) sangatlah tidak diperbolehkan seorang pria mengetahui jika seorang wanita sedang haid, tapi apa yang terjadi terjadilah. Dan kejadian itu masih membekasa dalam pikiran dan menjadi kejadian memalukan yang pernah ku alami. Terima kasih ustadz sejak kejadian itu aku memahami apa itu haid, dan tanda bahwa aku sudah mulai beranjak dewasa.

Puasa

 

                                                            PUASA
            Hari ini adalah hari pertama menjalankan ibadah puasa. Aku bersyukur sekali karena masih diberikan kesempatan untuk menjalankan puasa tahun ini bersama keluarga. Memang di rumah hanya ada ibu,kakak,aku dan adik saja. Kami sudah terbiasa tanpa ayah, karena ayah sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.
            Aku masih ingat beberapa memori silam tentang puasa. Waktu aku kecil sekitar usia 9tahunan, aku mulai mengaji di ustadzah yang rumahnya tak jauh dai rumahku. Memang sich dulu ada suatu pengajian yang bersifat pindah-pindah karena kurang tersedianya tempat untuk mengaji dan khusus buat anak dewasa saja, sehinggga aku tak bisa ikud serta padahal dalam hati aku ingin ikud mengaji. Dulu masih menggunakan iqro’ dengan sampul belakang buku bapak-bapak memakai kacamata, entahlah aku sudah agak lupa.
            Setiap sehabis subuh kami para anak kecil dan remaja putri berbondong-bondong untuk pergi mengaji di ustadzah dekat rumah, namanya Hj Latifah. Beliau berbadan gemuk dan memiliki suara merdu ketika bersenandung, menyanyikan beberapa bait lagu islami yang selalu beliau tulis di papan tempat khusus kita mengaji dirumahnya.
            Di tempat Hj Latifah itulah aku mulai mengenal huruf hijaiyah dan membaca iqro’ dengan penuh semangat. Dan tidak lupa juga peraturan Hj Latifah yang juga menjadikan aku lebih bersemangat. Setiap kali masuk mengaji Hj Latifah akan memberikan kita uang 500rupiah yang bisa diberikan ketika puasa akan berakhir (30hari). Yup niat baiknya membuat kita para anak kecil saling bersaing untuk bisa mendapatkan reward uang akhir bulan sebagai THR yang banyak.
            Suatu ketika aku bangun kesiangan dan tak bisa mengaji, aku bersedih karena pasti uang THR ku akan berkurang. Aku marah pada diriku sendiri, apalagi melihat sepupuku waktu itu bisa mengaji dalam benak berkata “aku gak boleh kalah,aku harus mendapatkan yang sama” (obsesi anak kecil). Dan suatu hari sepupuku sakit sehingga dia tak bisa pergi mengaji. Aku senang, gembira karena hasil yang aku dapat pasti sama dengan sepupuku.
            Puasa pun sudah sampai di hari terakhir saatnya membagikan uang reward yang kita dapat dari setiap hari mengaji. Kala itu aku ingat aku mendapat 3500 dari upayahku mengaji setiap hari. Bukan melihat dari uang yang aku dapat tetapi motivasi Hj Latifahyang membuatku bersemangat untuk belajar alqur’an yang dimulai dengan iqro’. Dan saat ini ketika aku menulis cerita ini memory masa kecil itu tidak akan terulang lagi. Era sudah berbeda dan remaja yang berbeda, skarang tak kudapati anak-anak kecil bersemangat untuk puasa dan mengaji sehabis subuh. Cerita masa kecilku dulu sangatlah menyenangkan untuk dapat dikenang kembali J